[REVIEW] I READ "RANGE" SO YOU DON'T HAVE TO | Range - David Epstein (Indonesia)

[SPOILER ALERT]

        Di usia saya yang semakin mendekati 30 tahun ini, saya masih belum mengetahui tujuan hidup saya secara spesifik. Seringkali saya merasa 'minder' ketika melihat teman-teman atau rekan-rekan kerja saya yang merupakan spesialis di bidang profesional masing-masing. Saya masih merasa belum menjadi seorang spesialis yang sejati. Saya juga merasa tidak siap untuk menjadi seorang spesialis karena saya senang mempelajari hal-hal baru dari berbagai bidang. Saya merasa kurang nyaman bila hidup saya hanya dibatasi pada satu bidang saja. (SUMBER: dewijana.blogspot.com) JANGAN COPAS TANPA IZIN

        Hal inilah yang kemudian mendorong saya untuk membeli sebuah buku berjudul Range: How Generalists Triumph in a Specialized World. Buku ini saya beli di toko buku Periplus dengan harga Rp 140,000. JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Profil Buku dan Pengarang 

(Sumber di sini)

Judul Buku: Range: How Generalists Triumph in a Specialized World
Nama Penulis: David Epstein
Tahun Terbit: 2019 JANGAN COPAS TANPA IZIN
Jumlah Halaman: 352
Nomor ISBN: 9780735214507
Rating Goodreads: 4.15 / 5
Rating Storygraph: 4.07 / 5 (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Profil Penulis:
 JANGAN COPAS TANPA IZIN
David Epstein adalah seorang penulis buku bestseller pada New York Times yang berjudul Range dan The Sports Gene. Epstein mengambil gelar magister dalam jurusan jurnalisme dan ilmu pengetahuan lingkungan. Maka dari itu, Epstein telah mempublikasikan beberapa jurnal ilmiah pada Arctic, Antarctic, and Alpine Research. Pada saat yang sama, Epstein juga menjadi seorang penulis di Sports Illustrated. Sebelumnya, Epstein merupakan pembawa acara dalam podcast "How To!" dan seorang reporter pada ProPublica. Epstein juga pernah membawakan segmen dalam acara TED Talks yang sudah dilihat lebih dari 11 juta kali. (Sumber: https://davidepstein.com/david-epstein-about/) (SUMBER: dewijana.blogspot.com)


 Buku Range tuh sebenarnya membahas tentang apa sih? 

        Buku Range ini sebenarnya membahas mengenai perbedaan antara generalis dan spesialis. Generalis adalah seseorang yang tidak berfokus pada satu bidang saja, melainkan mencoba untuk mengeksplorasi berbagai bidang yang ada. Sementara itu, spesialis adalah seseorang yang berfokus pada satu bidang saja, sehingga biasanya akan menerapkan pola-pola yang sudah ditetapkan dan dipelajari dalam bidang yang bersangkutan.  JANGAN COPAS TANPA IZIN

        Menurut Epstein, pada masa kini dunia lebih membutuhkan generalis untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dengan inovasi-inovasinya. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)


 Mengapa buku Range ini harus dibaca? 

         Kita lahir dan hidup di dunia yang telah dipengaruhi oleh Revolusi Industri, di mana kita dituntut untuk menjadi seorang spesialis. Padahal, menurut penelitian pada umumnya inovasi-inovasi datang dari orang-orang yang merupakan generalis. Menurut Epstein, hal ini dikarenakan bahwa di dunia ini terdapat dua jenis masalah yang harus dihadapi, yaitu: (1) Kind problem (masalah baik); dan (2) Wicked problem (masalah jahat). Kind problem merupakan masalah yang polanya dapat diprediksi karena pernah terjadi sebelumnya. Contohnya seperti permainan catur atau permainan cabang olahraga yang regulasi dan batasnya cukup jelas. Misalnya saja, regulasi pada cabang olahraga voli. Regulasi pada cabang olahraga voli ini saat ini tidak banyak berubah dari regulasi yang ada pada 20 tahun yang lalu. Hal ini karena pada permainan cabang olahraga voli, sudah ada peraturan dan batas-batas yang ditetapkan sebelumnya. Maka dari itu, peran spesialis sangat diperlukan dalam menyelesaikan kind problem karena masalah ini sudah pernah terjadi sebelumnya dan pola-polanya sudah terlebih dahulu dipelajari oleh sang spesialis. Sementara itu, wicked problem merupakan masalah yang polanya sulit ditebak karena masalah ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Contohnya seperti pergerakan politik dunia. Bila kita melihat pergerakan politik negara Indonesia antara sekarang dan 20 tahun yang lalu saja sudah mengalami perbedaan yang sangat signifikan. 20 tahun yang lalu kita semua mungkin sama sekali tidak membayangkan bahwa pada 20 tahun berikutnya polarisasi politik akan semakin tajam karena perdebatan politik yang terjadi antara orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain dan bahkan tidak pernah bertemu secara fisik. Inilah yang disebut sebagai wicked problem (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        Masalahnya, menurut Epstein dunia yang kita tempati sekarang ini merupakan the wicked world yang memiliki wicked problem, sehingga kita tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada di dunia ini dengan metode yang sama seperti seorang spesialis menyelesaikan kind problem. Dunia terus berubah. Perkembangan teknologi membuat perubahan dunia menuju ke arah eksponensial. Masalah-masalah yang ada pada masa kini cukup berbeda dengan masalah yang ada pada beberapa tahun yang lalu, meskipun masalah tersebut memiliki tema yang sama. Namun, perbedaan antara masalah yang terjadi sekarang dengan masalah yang terjadi pada masa lalu adalah pada perbedaan konteks. Maka dari itu, cara penyelesaian masalah yang terspesialisasi menjadi tidak efektif lagi pada masa kini. Epstein memberikan argumen bahwa peran generalis sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan dunia masa kini karena generalis ini adalah orang-orang yang menguasai beberapa bidang sehingga mereka lebih mampu untuk mendisrupsi dunia dengan inovasi-inovasi dari pengetahuan mereka. JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Apakah isi buku Range ini mudah dimengerti? 

        Dalam buku Range, terdapat dua jenis tulisan, yakni argumen penulis dan contoh kasus. Menurut saya pribadi, persentasinya dalam buku ini adalah 80% contoh kasus dan 20% argumen penulis. Dalam memaparkan argumennya, Epstein menggunakan bahasa Inggris sehari-hari yang cukup mudah dimengerti. Namun, dalam contoh kasus seringkali Epstein memasukkan beberapa istilah teknis yang kurang familiar bagi para pembaca awam. Hal ini membuat saya harus berusaha lebih untuk membuka kamus setiap kali menemukan istilah teknis yang kurang familiar (terutama karena 80% dari buku ini merupakan contoh kasus yang banyak menggunakan istilah-istilah teknis). (SUMBER: dewijana.blogspot.com) JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Apakah buku ini cocok untuk kamu? 

        Buku ini akan cocok untuk dibaca oleh setiap dari kita yang: JANGAN COPAS TANPA IZIN

  • Adalah seorang generalis. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
  • Ingin belajar menjadi seorang generalis. JANGAN COPAS TANPA IZIN
  • Ingin belajar untuk berinovasi. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
  • Ingin mengeksplorasi potensi diri secara lebih luas lagi. JANGAN COPAS TANPA IZIN

        Saya cukup merekomendasikan buku ini untuk setiap dari kita yang terutama adalah seorang generalis atau tertarik dengan topik ini. Namun, saya kurang merekomendasikan buku ini untuk kalian yang kurang merasa antusias terhadap topik ini karena buku ini pasti akan terasa sangat membosankan kalau kalian tidak terlalu tertarik dengan topik yang disajikan. Alasannya akan saya paparkan juga di bawah. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)


 Di mana kamu bisa membeli buku ini? 

        Buku Range ini merupakan salah satu buku kategori bestseller di New York Times, sehingga buku ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia. Maka dari itu, kamu sudah bisa membeli buku Range versi terjemahan bahasa Indonesia di Gramedia dengan harga normal sekitar Rp 140,000. Kalau kamu tertarik dengan buku Range versi bahasa Inggris, kamu bisa membeli buku ini di Periplus atau Books & Beyond dengan kisaran harga sekitar Rp 140,000 - Rp 299,000. Karena saya kebetulan menemukan harga buku Range di Periplus nggak jauh berbeda dengan harga versi terjemahannya, maka saya memutuskan untuk membeli di Periplus saja. (SUMBER: dewijana.blogspot.com) JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Bagaimana pendapat saya pribadi mengenai buku Range? 
 ❗ Spoiler Alert 
 

        Seperti yang sudah saya paparkan di atas, setelah membaca buku ini saya menyadari bahwa 80% isi dari buku ini merupakan contoh kasus. Saya menghargai usaha Epstein untuk mencari data-data mengenai kasus-kasus yang ada yang membuktikan zaman hiperspesialisasi ini membutuhkan para generalis untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Namun, alangkah baiknya bila Epstein dapat lebih berfokus pada pembahasan mendalam mengenai teori generalis dan spesialis. Bahkan sampai pada akhir buku pun saya merasa bahwa penjelasan Epstein mengenai generalis dan spesialis masih melayang karena beliau berusaha menjelaskannya dengan contoh kasus yang ada saja sehingga materi yang disampaikan dalam buku ini berpotensi untuk menjadi multitafsir bagi para pembaca. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        Epstein memaparkan beberapa contoh kasus yang menunjukkan bahwa tokoh-tokoh generalis seringkali lebih efektif dalam mengembangkan dirinya. Misalnya, riset yang menunjukkan bahwa anak-anak yang 'didorong' orang tuanya untuk berlatih instrumen musik sejak dari kecil seringkali memilih untuk keluar dari bidang tersebut pada saat ia dewasa. Sementara itu, anak-anak yang mengeksplorasi banyak hal di masa kecil dan memilih untuk berlatih instrumen musik pada usia remaja atau dewasa (yang seringkali dianggap terlambat) pada akhirnya lebih berpotensi untuk bertahan dan sukses pada bidang musik. Bahkan, orang-orang yang belajar musik secara otodidak dan tidak dapat membaca partirtur nada (seperti Duke Wellington atau Django Reinhardt) pada akhirnya menjadi inovator dan mampu merevolusi dunia musik. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran spesialisasi di awal (early learning) seringkali hanya bertahan dalam jangka pendek saja, sementara itu pembelajaran yang agak terlambat (late learning) seringkali lebih sulit dilakukan namun lebih dapat bertahan dalam jangka panjang. Saya menyetujui pandangan Epstein tentang hal ini karena saya melihat fenomena di sekitar saya di mana para orang tua berusaha mendorong anak masing-masing untuk mengikuti kursus instrumen musik sedari kecil. Sang anak tidak dibiarkan untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya terlebih dahulu. Malah orang tua seolah-olah sudah 'menentukan' fokus masa depan untuk anak-anaknya. JANGAN COPAS TANPA IZIN

        Selain itu, Epstein juga memaparkan fakta bahwa pembelajaran yang lambat (slow learning) yang lebih efektif daripada pembelajaran yang cepat (fast learning). Seorang murid yang seringkali diberikan petunjuk dalam mengerjakan materi soal oleh gurunya cenderung belajar secara lebih cepat (fast learning), namun ilmu yang didapat juga cenderung menguap dengan cepat karena murid itu tidak mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses belajar yang membuat materi itu cukup signifikan untuk diingat. Sementara itu seorang murid yang seringkali diberikan materi soal problem solving oleh gurunya tanpa petunjuk apapun akan cenderung terhambat dalam proses belajarnya, namun lebih dapat mengingat materi tersebut dalam jangka panjang. Sistem edukasi kita seringkali mengarahkan para murid untuk menjalani pembelajaran yang cepat (fast learning) agar murid-murid dapat mengerjakan ujian dengan baik. Maka, tak mengherankan bila setelah lulus dari SMA sebagian besar dari kita sudah melupakan materi apa yang telah kita pelajari selama di sekolah. Hal ini karena sistem edukasi kita seringkali tidak ingin ambil repot untuk mendidik murid-murid mengenai cara menyelesaikan masalah (problem solving) yang benar. Mengajarkan tata cara problem solving yang benar membutuhkan usaha yang lebih dalam dari seorang guru sehingga memakan waktu yang lebih lama. Sementara itu, para orang tua murid umumnya berusaha untuk meluluskan anak-anaknya secepat mungkin. Bila ada mata pelajaran yang dianggap menghambat anak-anaknya, maka orang tua akan langsung melayangkan protes ke pihak sekolah karena menganggap pihak sekolah mempersulit kelulusan anaknya. Bahkan, Epstein sendiri memberikan contoh bahwa di kelas matematika seringkali murid-murid hanya mampu menjawab soal matematika bila berbentuk soal abstrak yang terdiri dari angka-angka dan formula. Namun bila soal matematika tersebut berbentuk narasi cerita, murid-murid akan kesulitan untuk mengerjakannya. Hal ini karena sistem edukasi kita hanya mendorong murid-murid untuk memandang materi pelajaran secara prosedural saja, bukan memandangnya sebagai suatu sistem yang saling berkaitan. Untuk membuat materi edukasi menjadi tahan lama dan fleksibel seiring perkembangan zaman, murid-murid harus diajarkan menyelesaikan masalah (problem solving) dengan cara mengkaitkan hubungan antar-sistem, bukan secara prosedural. Pemaparan Epstein ini cukup menampar realita dunia pendidikan saat ini yang lebih mendorong murid-murid untuk menjadi pengikut sistem ketimbang menjadi inovator. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        Membaca buku ini membuat saya menyadari bahwa kita hidup pada masa yang mengglorifikasi spesialisasi. Misalnya saja, pada puluhan tahun yang lalu kita mengenal suatu cabang ilmu baru yaitu ilmu komunikasi yang menaungi segala bentuk pengetahuan mengenai komunikasi. Namun, pada masa kini ilmu komunikasi bahkan memiliki beberapa cabang spesialisasi masing-masing, seperti ilmu jurnalistik, ilmu broadcasting, ilmu hubungan masyarakat, ilmu komunikasi politik, dsb. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa kini kita dituntut untuk menjadi seorang spesialis yang hanya berfokus pada bidang-bidang spesialisasi tertentu. Padahal, menjadi seorang spesialis itu sangat rentan terhadap perubahan zaman. Saya akan memberikan sebuah analogi cerita. Misalnya, Budi adalah seorang supir yang mengendarai mobil. Profesi supir mobil sangat terspesialisasi pada operasionalisasi kendaraan (mobil). Namun, seiring perkembangan zaman kini terdapat mobil-mobil tipe baru yang dapat menjalankan sistem autopilot. Bisa dibayangkan, bila di masa depan semua jenis mobil memiliki sistem autopilot, bagaimana kelanjutan profesi Budi ini? Hal ini akan berbeda bila misalnya selain menguasai cara mengemudikan mobil, ternyata Budi juga menguasai teknologi dan cara mengoperasikan mesin (generalis). Dalam skenario kedua ini, ada kemungkinan Budi masih tetap dapat survive (bertahan hidup) di tengah perubahan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa profesi yang terspesialisasi itu sangat rentan terhadap pergeseran atau perubahan zaman. Maka dari itu, bagaimana langkah yang harus dilakukan oleh sebagian besar dari kita yang merupakan spesialis pada saat ini? Epstein sendiri tidak menjawab hal itu di dalam buku Range ini. Seperti yang saya sampaikan di atas, bahkan sampai halaman akhir pun kesimpulan Epstein masih melayang-layang. Ini adalah kritik pertama saya terhadap buku ini. JANGAN COPAS TANPA IZIN

        Kritik kedua saya adalah mengenai paradoks dari pernyataan Epstein sendiri. Epstein memaparkan bahwa kita hidup di dunia yang memiliki wicked problem, di mana pada masa kini wicked problem hanya dapat diselesaikan secara tepat dan inovatif oleh seorang generalis. Epstein mengambil contoh kasus dari beberapa tokoh generalis yang berhasil dalam menghadapi masalah mereka dengan mindset generalis. Namun permasalahannya adalah, contoh-contoh tersebut merupakan pola-pola penyelesaian masalah yang sudah terjadi juga di masa lalu. Bila kita memegang pernyataan Epstein bahwa "Seorang generalis tidak menyelesaikan masalah berdasarkan pola-pola yang ada seperti seorang spesialis" sebagai suatu kebenaran, maka seluruh isi buku ini bukan termasuk produk generalis karena dalam buku ini Epstein berusaha mengunggulkan generalis berdasarkan pola-pola kasus para tokoh generalis yang sudah ada sebelumnya. Padahal bila dilihat dari ide yang disampaikan dalam buku ini, dalam menyelesaikan masalah yang ada sekarang, seorang generalis seharusnya tidak berkaca dari pola-pola penyelesaian masalah yang ada sebelumnya. Epstein seolah-olah 'mengingkari' apa yang dipaparkannya sendiri di dalam buku ini. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        Kritik ketiga saya terhadap buku ini adalah mengenai aspek fisik dari buku ini. Buku ini memiliki ukuran huruf (font) yang sangat kecil, sehingga agak menyulitkan saya dalam membacanya. Ditambah lagi, Epstein memaparkan contoh-contoh kasus dengan beberapa istilah yang kurang familiar juga. Hal ini dapat membuat pembaca (terutama pembaca yang kurang tertarik dengan topik buku ini) merasa cepat bosan ketika membaca buku ini. Menurut saya pribadi, ide utama dalam buku ini hanya disampaikan dalam 1/2 bagian awal dari buku ini. Setelah membaca lebih dari setengah buku, saya menyadari bahwa Epstein hanya memaparkan contoh-contoh kasus dan quotes dari para tokoh saja tanpa memberitahukan secara lebih jelas lagi mengenai apa langkah yang harus dilakukan oleh generalis dan spesialis. JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Kelebihan dan Kelemahan buku Range 

        (+) Kelebihan:  

    • Memberikan contoh kasus yang valid dan realistis mengenai generalis dan spesialis serta dilandasi dengan data-data yang akurat. JANGAN COPAS TANPA IZIN
    • Berani mengkritisi tentang "What's wrong with our education system?" Hal ini membuat buku ini dapat menjadi refleksi kita terutama para penggiat akademi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang ada. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
    • Menghibur terutama untuk para pembaca yang merupakan seorang generalis. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        (-) Kelemahan:

    • Banyak istilah yang tidak familiar dalam contoh kasus. Hal ini membuat pembaca harus bolak-balik membuka kamus untuk mengetahui definisi istilah-istilah tersebut. Hal ini juga mampu membuat pembaca merasa cepat bosan dalam membaca buku ini. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
    • Penjelasan tentang generalis dan spesialis masih melayang. Epstein menerangkan tentang generalis dan spesialis melalui contoh kasus saja, namun tidak ada kesimpulan jelas yang bisa ditarik. JANGAN COPAS TANPA IZIN
    • Ide utama buku ini hanya disampaikan pada 1/2 bagian depan buku saja sehingga pembaca rentan merasa bosan dan tidak melanjutkan buku ini di tengah-tengah. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
    • Buku ini merupakan paradoks karena ide utama dalam buku ini mengunggulkan generalis untuk menyelesaikan masalah tanpa mengikuti pola-pola yang ada, namun di saat yang sama 80% isi buku ini berusaha menjelaskan generalis dari pola contoh-contoh kasus yang pernah ada. JANGAN COPAS TANPA IZIN


 Kesimpulan dan Penilaian 

        Buku Range ini membahas mengenai perbedaan generalis dan spesialis dalam menyelesaikan masalah, serta memaparkan mengenai keunggulan generalis pada zaman ini. Namun, yang menjadi paradoks adalah contoh kasus yang diambil juga merupakan contoh kasus yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Padahal, belum tentu di masa depan untuk menghadapi kasus yang serupa diperlukan seorang generalis. Epstein sendiri yang menyatakan bahwa kita hidup di dunia yang memiliki wicked problem. Mungkin seorang generalis memiliki kinerja yang efektif pada masa kini, namun kita tidak tahu apakah di masa depan menjadi seorang generalis masih efektif atau tidak. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)

        Di luar kontradiksi itu, buku ini tetap dapat memberikan refleksi terhadap pembaca mengenai perubahan zaman yang sedang terjadi di sekitar kita dan cara untuk menanggapi masalah pada zaman ini (yaitu dengan menjadi seorang generalis). JANGAN COPAS TANPA IZIN


RATING:
Teknik Penulisan: 

Urgensi Isu: 

Materi: 

Cover: 

Harga: 

MY PERSONAL RATING:
3.75 / 5

Comments

Popular posts from this blog

11 BUKU TERBAIK YANG SAYA BACA DI TAHUN 2022 (Indonesia)