[REVIEW] The Essentialism - Greg McKeown (Indonesia)
Pernah nggak sih kalian merasa belum mengerjakan apa-apa padahal kalian sudah sibuk beraktivitas seharian? Pernah nggak merasa mau melakukan sesuatu tapi takut membuang-buang waktu dan akhirnya kalian malah nggak jadi melakukan sesuatu itu? Pernah nggak kalian merasa sulit mengatakan "tidak" pada tawaran orang-orang di sekitar kalian? Pernah nggak kalian merasa bekerja terlalu keras? Atau yang lebih ekstrim lagi, pernah nggak kalian merasa nggak ada batas yang jelas antara dunia pekerjaan dan dunia personal kalian? Kalau kalian menjawab "ya" pada salah satu pertanyaan itu, kalian tidak sendiri. Faktanya di dunia dengan arus informasi supercepat seperti sekarang ini, kita seringkali merasa bahwa kita harus menyamakan langkah (pace) kita dengan arus kecepatan informasi di sekitar kita. Ketika kinerja kita tidak dapat menyamai kecepatan itu, kita akan menjadi stress. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Seorang mahasiswa dropout bernama Greg McKeown juga memiliki keresahan yang sama. Beliau menuangkan keresahannya tersebut ke dalam buku yang berjudul Essentialism: The Disciplined Pursuit of Less. Buku ini kemudian menjadi salah satu buku paling laris dalam kategori New York Times Bestseller. Pertama kali saya mengetahui adanya buku ini dari ulasan beberapa bookstagramers yang kesemuanya menuturkan kesan positif akan buku ini, salah satunya adalah Teh Dipidiff. Setelah membaca ulasan singkat mereka mengenai topik buku ini, saya merasa tertarik untuk membeli buku ini. Akhirnya, saya membeli buku Essentialism ini dalam bentuk e-book dengan harga $7.11 (kalau dirupiahkan sekitar Rp 105,000-an). JANGAN COPAS TANPA IZIN
Profil Buku dan Pengarang
Judul Buku: Essentialism: The Disciplined Pursuit of Less
Nama Penulis: Greg McKeown JANGAN COPAS TANPA IZIN
Tahun Terbit: 2011 (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Penerbit: The Crown Publishing Group
Jumlah Halaman: 260
Nomor ISBN: 0804137382
Rating Goodreads: 4.04 / 5
Rating Storygraph: 3.74 / 5 (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Profil Penulis: JANGAN COPAS TANPA IZIN
Greg McKeown berasal dari London, Inggris dan kini berdomisili di Calabasas, California bersama dengan istrinnya, Anna, dan keempat anaknya. McKeown telah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Stanford. McKeown mendedikasikan karirnya untuk menemukan alasan mengapa beberapa orang dan kelompok dapat mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi dan mengapa yang lainnya tidak. Solusi untuk isu ini telah diulas ke dalam bukunya yang telah masuk ke New York Times Bestseller dan Wall Street Journal Bestseller, yaitu Essentialism: The Disciplined Pursuit of Less. Selain itu, buku ini juga meraih peringkat #1 dalam kategori buku Time Management di Amazon. McKeown adalah CEO dari McKeown Inc. yang melayani beberapa klien seperti Adobe, Apple, Google, Facebook, Pixar, Twitter, dsb. Selain itu, McKeown juga merupakan public speaker yang sudah berpengalaman di bidangnya dan memiliki audiens di beberapa negara seperti Australia, Bulgaria, Kanada, China, Inggris, India, Irlandia, Italia, Jepang, dan Singapura. Selain itu, McKeown juga menjabat sebagai Young Global Leader untuk World Economic Forum (www.gregmckeown.com/about)
Buku Essentialism tuh sebenarnya membahas tentang apa sih?
Buku Essentialism ini sebenarnya membahas tentang bagaimana menjalani hidup secara esensial, yaitu hanya berfokus dalam hal-hal yang penting saja di dalam hidup kita. Esensialisme ini adalah disiplin sistematik yang memampukan kita untuk dapat memahami dan membedakan mana hal-hal yang esensial di dalam hidup kita dan mana yang tidak. Bila kita sudah mengetahui apa yang esensial dalam hidup kita, kita dapat mengabaikan hal-hal yang tidak esensial dan mengerjakan hal-hal yang esensial saja sehingga kita dapat berkontribusi secara lebih efektif terhadap lingkungan sekitar dan terhadap diri sendiri. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Buku ini memaparkan fakta mengenai keadaan manusia di zaman disrupsi pada masa kini. Derasnya arus informasi pada masa kini membuat kita kadang merasa bingung memilih, bahkan kita bisa salah fokus pada masalah-masalah yang seharusnya tidak relevan dalam hidup kita. Misalnya saja, isu mengenai perselisihan antara artis ibukota yang saling sindir-menyindir melalui status media sosial. Ada atau tidak adanya isu ini sebenarnya tidak berpengaruh pada kelangsungan hidup kita. Namun, mengapa kita--yang ada di tengah segala kesibukan keseharian kita--memilih meluangkan waktu untuk menyimak berita mengenai perselisihan ini? Tak jarang kita juga ikut berkomentar dalam kanal-kanal berita yang memuat informasi ini. Belum lagi bila komentar kita ditimpali oleh orang lain. Siklus yang terjadi berputar begitu saja sampai-sampai kita tidak sadar sudah berapa banyak waktu kita yang terbuang untuk memperhatikan isu yang tidak relevan bagi hidup kita ini. Bahkan, hal-hal yang tidak relevan ini tak jarang sudah mulai meresap dalam ranah personal kita. Hal-hal inilah yang merupakan bentuk hal-hal nonesensial dalam hidup kita yang dapat mendistraksi perhatian kita terhadap apa yang benar-benar esensial. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Buku ini menjelaskan tentang esensialisme dalam 4 bagian, yaitu: (1) Essence: menjelaskan mengenai apa itu esensi sebagai dasar dari esensialisme; (2) Explore: mengeksplorasi aspek-aspek dalam prinsip esensialisme; (3) Eliminate: mengurai perbedaan antara esensialisme dan nonesensialisme serta bagaimana cara mereduksi nilai-nilai nonesensialisme; dan (4) Execute: memaparkan solusi langkah-langkah praktis untuk menjalankan gaya hidup esensialisme. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Mengapa isu Essentialism ini penting bagi kita semua?
Bila kita membuka media sosial kita, kita akan melihat bahwa ada sebuah budaya populer yang berkembang di abad ke-21 ini terutama pada generasi milenial dan generasi Z yang bernama hustle culture. Apa sih hustle culture itu? Menurut media Populis (2022), hustle culture adalah kebudayaan di mana seseorang bekerja terlalu keras hingga melampaui batas kemampuan. Orang yang melakukan hustle culture ini dianggap sebagai workaholic atau pekerja keras. Alasan terjadinya hustle culture adalah karena adanya tuntutan tinggi dalam pekerjaan dan juga karena adanya anggapan bahwa untuk dapat menjadi sukses seseorang harus mengerahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk bekerja. Tak jarang media sosial malah membantu mengglorifikasikan hustle culture. Permasalahannya adalah hustle culture ini berdampak tidak sehat pada lingkungan kerja dan juga pada individu yang bersangkutan. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Prinsip hustle culture memunculkan anggapan/mitos yang umum di masyarakat bahwa "Semakin kita bekerja keras, maka semakin baik pekerjaan kita". Nyatanya, hal itu belum tentu benar. Tak jarang justru semakin keras kita bekerja, semakin tidak efektif proses pengerjaannya. Hal lainnya yang semakin mendukung adanya hustle culture adalah budaya kita yang cukup tertutup. Seringkali kita diajarkan untuk selalu berkata "ya" pada tiap orang dan menerima tawaran mereka sebagai wujud kesopanan. Berani menolak tawaran dengan kata "tidak" secara terbuka kadang dianggap sebagai bentuk arogansi dan ketidaksopanan. Maka dari itu, seringkali kita tidak berani mengatakan "tidak" pada beban tugas yang ditawarkan pada kita meskipun kita tahu bahwa beban tersebut lebih besar daripada yang dapat kita tanggung. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Buku Essentialism ini berusaha mematahkan prinsip hustle culture yang sudah mendarah daging dalam pola pikir masyarakat modern sekarang. Melalui buku ini, McKeown mengajarkan kita bahwa kita sebenarnya dapat mencapai hasil yang lebih optimal dengan melakukan kinerja yang lebih sedikit daripada yang kita lakukan selama ini. Buku ini juga mengajarkan kita bahwa segala sesuatu ada batasnya. Bekerja di luar batas (seperti hustle culture) tentu akan berdampak buruk pada diri kita (baik fisik maupun mental) serta pada hasil pekerjaan kita. Hal inilah yang penting untuk diketahui oleh kita semua pada masa kini. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Apakah isi buku Essentialism ini mudah dimengerti?
Menurut saya pribadi buku Essentialism ini mudah dimengerti. McKeown menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, pembagian struktur pembahasan pada tiap bab dan subbab juga sangat jelas sehingga materi buku bisa disampaikan secara runut tanpa adanya banyak pengulangan. Seperti buku-buku nonfiksi pada umumnya, informasi dalam buku Essentialism disampaikan dengan gaya bahasa formal yang logis dan lugas. Untuk memudahkan pengertian, McKeown selalu mengkaitkan materi-materi yang dibahas dengan contoh-contoh yang realistis, di mana sebagian besar contoh tersebut berasal dari pengalaman pribadi McKeown dan orang-orang terdekatnya. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Hal lain yang membuat buku Essentialism ini lebih mudah dimengerti adalah adanya penggunaan tabel dan ilustrasi. McKeown merangkum perbedaan prinsip nonesensialisme dan esensialisme ke dalam satu tabel pada masing-masing subbab. Hal ini membantu kita untuk lebih mengerti mengenai point-point utama yang ingin disampaikan dalam subbab tersebut. Selain itu, McKeown juga menggunakan ilustrasi sederhana untuk menyampaikan gagasannya sehingga pembaca dapat lebih mudah mencerna inti pesan yang ingin disampaikan McKeown secara visual. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Apakah buku ini cocok untuk kamu?
Buku ini sangat cocok dengan preferensi saya sendiri dan saya harap buku ini juga cocok untuk kamu. Buku ini cocok untuk dibaca bagi setiap dari kita yang sedang menghadapi permasalahan-permasalahan seperti: JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Merasa terjebak dalam hustle culture. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
- Merasa sibuk karena mengerjakan terlalu banyak hal.
- Merasa membuang waktu bila tidak digunakan untuk bekerja.
- Merasa sulit meraih visi hidup. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Merasa sulit mengambil keputusan.
- Selalu ingin menyenangkan semua orang.
- Selalu panik menjelang deadline. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
- Takut kehilangan kesempatan. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
- Tidak dapat memilih informasi yang penting dalam banjir informasi.
- Tidak tegas dalam menempatkan batas-batas personal.
- Tidak berani untuk berkata "tidak". JANGAN COPAS TANPA IZIN
Di mana kamu bisa membeli buku ini?
Karena buku Essentialism ini sudah menjadi bestseller, maka buku ini sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan mudah ditemukan di mana-mana. Salah satu versi terjemahan yang ada versi bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Kamu bisa membeli buku ini di toko buku Gramedia atau di toko-toko buku lainnya di Indonesia dengan harga kurang lebih Rp 108,000. Tapi, kalau kamu mau membaca buku Essentialism dalam bahasa Inggris, kamu bisa membelinya di toko buku Books and Beyond atau di Periplus. Kalau saya pribadi membeli buku Essentialism dalam bentuk e-book di Amazon/Kindle. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Ada nggak buku lain yang temanya bersinggungan dengan buku Essentialism?
Seperti yang telah dipaparkan di atas, buku Essentialism dirilis pada tahun 2011. Namun, karena saya membaca buku ini pada tahun 2022 saya merasa bahwa tema yang dibahas dalam buku ini sudah banyak diulas di beberapa buku-buku lain yang terbit dalam rentang waktu 5 tahun terakhir, terutama dalam buku-buku ber-genre teknologi dan psikologi. Misalnya mengenai teori "flow" dari Mihaly Csikszentmihalyi yang dipapakan di buku Essentialism. Teori ini sebenarnya sudah pernah saya temukan sebelumnya dalam beberapa nonfiksi yang saya baca pada tahun ini. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Salah satu buku yang juga membahas teori "flow" ini adalah buku Stolen Focus karya Johann Hari. Buku ini memaparkan teori "flow" secara lebih mendetail daripada yang dipaparkan dalam buku Essentialism (hal ini wajar karena Hari sendiri mewawancarai Csikszentmihalyi secara personal untuk materi buku Stolen Focus). Jadi, bila dalam buku Essentialism McKeown lebih berfokus pada bagaimana langkah menjalani hidup esensialisme, maka buku Stolen Focus lebih berfokus pada bagaimana cara mereduksi hal nonesensial. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Ada beberapa buku yang sudah saya baca yang saya merasa bersinggungan dengan tema dalam buku Essentialism, seperti: JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Stolen Focus oleh Johann Hari. Buku ini adalah buku ber-genre teknologi Tema besar dalam buku ini juga adalah mengenai dampak disrupsi internet terhadap kemampuan fokus manusia. Buku ini berfokus pada cara mengurangi penggunaan internet berlebihan sebagai hal nonesensial. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
- Irresistible oleh Adam Alter. Buku ini adalah buku ber-genre teknologi. Tema besar dalam buku ini sama seperti Stolen Focus, namun buku ini lebih berfokus untuk menguraikan produk-produk internet yang menyebabkan disrupsi. Buku ini mengajarkan bahwa belum tentu semua produk-produk internet (seperti media sosial, chatroom, dsb) merupakan hal-hal esensial untuk kita. Bisa jadi hal tersebut malah merupakan noise yang dapat menghancurkan kita. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Ego is the Enemy oleh Ryan Holiday. Buku ini adalah buku ber-genre self-development. Tema besar dalam buku ini adalah mengenai cara mengurangi ego untuk menjalankan hidup yang rendah hati. Semakin besar ego, maka semakin kita akan berfokus mengejar hal-hal yang nonesensial. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Bagaimana pendapat saya pribadi mengenai buku Essentialism?
Saya sebenarnya sudah lama tertarik dengan gaya hidup minimalisme dan esensialisme. Saya ingat pada saat saya masih kecil, saya pernah mengatakan bahwa cita-cita saya adalah ingin menjadi orang awam. Pada saat itu saya ditertawakan karena cita-cita saya "tidak cukup tinggi" untuk menjadi sebuah cita-cita. Tapi, itulah yang saya inginkan. Seperti kehidupan Kim Jiwon di drama My Liberation Notes (2022) yang setiap hari hanya menjalani hidup biasa seperti pergi-pulang kantor, bertani, dan bekerja; seperti itulah cita-cita yang saya harapkan. Saya sudah melewati fase hidup di mana saya bekerja sangat keras untuk mendapatkan pengakuan dan hasil yang sempurna. Namun, pada akhirnya saya sadar bahwa hal-hal itu pun tidak membuat saya bahagia. Barulah beberapa tahun belakangan ini saya mulai menjalani kehidupan yang lebih santai dan memasang batas-batas personal. Secara tidak sadar, rupanya selama ini saya telah menjalani hidup secara esensialis meskipun tidak 100%. Misalnya saja saya seringkali berkata "tidak" pada ajakan teman atau saudara untuk pergi ke mall saat weekend karena saya memilih untuk melakukan recharge energi di rumah selama weekend setelah bekerja selama lima hari berturut-turut. Penolakan saya itu seringkali membuat orang lain berpikir bahwa saya adalah orang yang arogan dan egois. Dalam pekerjaan saya, saya pun seringkali dicap sebagai salah seorang karyawan yang tidak memiliki ambisi karena saya hanya bekerja sesuai yang diminta dan saya menolak untuk mengerahkan energi yang lebih banyak dalam pekerjaan saya (seperti untuk lembur hingga larut malam). Namun, setelah membaca buku Essentialism ini saya merasa terhibur sekaligus dimengerti oleh buku ini. Walaupun demikian, saya juga belajar banyak hal dari buku ini untuk benar-benar bisa menempuh prinsip esensialisme secara utuh. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Buku ini merupakan salah satu buku page-turner yang membuat saya tidak ingin berhenti membacanya. Meskipun tema-tema di buku ini merupakan tema yang familiar dan mudah ditemukan pada buku-buku lain, namun saya tetap dapat belajar banyak dari buku ini. Buku Essentialism mengajarkan saya bahwa selalu ada hal yang harus dikorbankan dalam membuat keputusan yang terbaik. Melalui buku ini juga saya belajar untuk tidak mengikuti arus di sekitar saya yang seringkali mendorong hustle culture. Buku ini juga mengajarkan saya bahwa untuk menjadi seorang esensialis secara utuh, kita harus mengorbankan beberapa hal. Kita didorong untuk mundur selangkah agar dapat maju dua langkah. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Saya pribadi menyukai struktur buku ini yang mengupas prinsip esensialisme dengan sangat runut. Selain itu, penyampaian dengan bantuan tabel dan ilustrasi juga memudahkan saya untuk lebih mengerti mengenai materi yang disampaikan. Di dalam buku ini dipaparkan bahwa ada dua tipe manusia, yaitu tipe nonesensialis dan esensialis. Tidak semua orang dapat memegang teguh salah satu prinsip itu. Terkadang ada orang nonesensialis yang dalam hidupnya menjalankan beberapa prinsip esensialisme. Namun, ada juga orang esensialis yang terkadang menjadi nonesensialis karena satu atau lain hal. Menurut saya, dalam beberapa bagian McKeown agak memojokkan tipe nonesensialis. Padahal, tidak semua orang esensialis menjalankan prinsip esensialisme secara 100% juga. Contohnya, saya memang dapat mengatakan "tidak" pada orang-orang di sekitar, namun kadang ada beberapa tawaran yang rasanya tidak etis bila saya tolak, misalnya seperti adanya tawaran untuk menjenguk anggota keluarga yang sedang sakit. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
Hal yang paling berkesan dalam buku ini adalah kisah-kisah pengalaman McKeown dalam menyikapi tawaran-tawaran di luar jam kerja. Hal inilah yang pada akhirnya membuat saya langsung mengganti akun WhatsApp saya ke akun WhatsApp Business agar saya dapat mengirimkan pesan "kotak suara" secara otomatis bagi orang-orang yang menghubungi saya di luar jam kerja. 😝 Hahahaha. JANGAN COPAS TANPA IZIN
Kelebihan dan Kelemahan buku Essentialism
(+) Kelebihan:
- Memiliki struktur yang runut dan jelas sehingga materi yang disampaikan mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai kalangan. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Penjelasan dilengkapi dengan tabel dan ilustrasi sehingga memudahkan pembaca untuk memvisualisasikan materi yang disampaikan. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Menawarkan solusi praktikal bagi orang-orang yang ingin hidup secara esensialis. Jadi, penulis bukan hanya menjabarkan penyebab dan teori esensialis saja. Hal yang berbeda dapat ditemukan pada beberapa buku nonfiksi lain yang seringkali tidak memaparkan solusi yang jelas. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
- Sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa sehingga buku ini mudah ditemukan di mana saja. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Dapat menjadi panduan untuk menyaring informasi yang esensial dalam zaman disrupsi ini. (SUMBER: dewijana.blogspot.com)
(-) Kelemahan:
- Sudah ada banyak buku yang mengulas materi-materi sejenis. Mungkin dikarenakan buku ini sudah terbit sejak tahun 2011, sehingga pada masa kini kita dapat menemukan buku-buku lain yang mengulas materi sejenis dengan lebih mendalam. JANGAN COPAS TANPA IZIN
- Ada beberapa bagian dalam buku ini yang agak memojokkan tipe nonesensialis, padahal selalu ada aspek-aspek nonesensialis dan esensialis dalam diri tiap individu.
- Solusi yang ditawarkan tidak bisa disamaratakan untuk semua orang karena tidak semuanya sesuai dengan konteks hidup masing-masing orang. Ada orang yang gaya hidupnya memungkinkan untuk menjadi esensialis, namun ada juga orang hidup di dalam lingkungan yang tidak memungkinkan dirinya untuk hidup secara esensialis. (SU JANGAN COPAS TANPA IZINMBER: dewijana.blogspot.com)
Kesimpulan dan Penilaian
Buku Essentialism ini adalah buku self development yang baik karena ditulis dengan struktur yang runut dan jelas serta menggunakan gaya penyampaian yang mudah dimengerti serta solusi yang ditawarkan cukup praktikal. Semoga ulasan saya ini dapat membantu teman-teman yang ingin mengambil keputusan untuk membeli buku ini atau tidak. (SUMBER: dewijana.blogspot.com) JANGAN COPAS TANPA IZIN
RATING:
Teknik Penulisan: ★★★★★
Urgensi Isu: ★★★★★
Materi: ★★★★☆
Cover: ★★★★☆
Harga: ★★★☆☆
MY PERSONAL RATING:
4.75 / 5
Referensi:
https://gregmckeown.com/
https://populis.id/read20829/apa-itu-hustle-culture-budaya-kerja-yang-populer-di-kalangan-muda?page=1
Comments
Post a Comment